Pengangguran pemuda masih jadi tantangan serius di Indonesia. Sulawesi Utara tercatat paling tinggi, sementara Papua Pegunungan justru jadi pengecualian dengan tingkat pengangguran terendah dan partisipasi kerja tertinggi.
***
BERINTI.ID, Jakarta – Pemuda Indonesia dinilai memegang peran vital dalam pembangunan nasional.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2009, pemuda didefinisikan sebagai warga negara Indonesia yang berusia 16 hingga 30 tahun.
Dalam usia produktif tersebut, generasi muda menjadi motor penggerak dalam berbagai sektor, mulai dari pendidikan, teknologi, hingga inovasi untuk kemajuan bangsa.
Posisi strategis ini seharusnya dapat dimanfaatkan secara maksimal demi menciptakan bangsa yang kreatif, inovatif, dan produktif.
Terlebih, Indonesia tengah menghadapi peluang besar berupa bonus demografi, di mana proporsi penduduk usia muda mendominasi struktur populasi.
Namun, peluang ini harus diiringi dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Jika tidak dikelola dengan baik, bonus demografi justru berisiko menjadi bencana demografi yang menghambat kemajuan bangsa.
12 persen pemuda menganggur
Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pada tahun 2024 terdapat 64,22 juta pemuda di Indonesia—setara dengan sekitar 20 persen dari total penduduk.
Rasio jenis kelamin menunjukkan angka 102,44, yang berarti terdapat 102 pemuda laki-laki untuk setiap 100 pemuda perempuan.
Meski jumlahnya besar dan potensial, tantangan yang dihadapi pemuda tidak bisa diabaikan.
Persoalan krusial seperti kesenjangan akses pendidikan, tingginya angka pengangguran, hingga masalah kesehatan masih membayangi.
BPS mencatat, tingkat pengangguran pemuda mencapai 12,24 persen. Jika ditilik berdasarkan jenjang pendidikan terakhir, lulusan SMA/SMK menyumbang angka tertinggi, yakni 14,39 persen, disusul lulusan perguruan tinggi (12,01 persen), lulusan SMP (8,89 persen), lulusan SD (7,95 persen), dan kelompok yang belum pernah sekolah (6,84 persen).
Gelar tinggi tak menjamin lapangan kerja
Data ini menunjukkan bahwa tingginya jenjang pendidikan tidak otomatis menjamin lapangan pekerjaan.
Oleh karena itu, peningkatan keterampilan dan pelatihan yang relevan dengan kebutuhan pasar kerja menjadi sangat penting, khususnya di tingkat SMA dan perguruan tinggi.
Dunia kerja kini lebih menekankan pada kompetensi dan keahlian, bukan semata-mata ijazah akademik.
Maksimalisasi potensi pemuda Indonesia menjadi pekerjaan rumah besar yang harus diselesaikan bersama, agar generasi muda tak hanya menjadi tumpuan harapan, tapi juga menjadi penggerak nyata dalam pembangunan bangsa.
Sulawesi Utara, daerah dengan tingkat pengangguran pemuda tertinggi
Data Badan Pusat Statistik (BPS) 2024 menunjukkan, Sulawesi Utara mencatat tingkat pengangguran terbuka (TPT) pemuda tertinggi secara nasional, yakni mencapai 17,38 persen. Artinya, dari setiap 100 pemuda di provinsi tersebut, 17 di antaranya tidak memiliki pekerjaan.
Banten menempati posisi kedua dengan TPT pemuda sebesar 17,18 persen, disusul Papua Barat Daya dengan angka 16,44 persen.
Tingginya angka ini menjadi sorotan, mengingat proporsi pemuda yang menganggur dapat berdampak pada produktivitas dan stabilitas sosial-ekonomi daerah.
Sebaliknya, Papua Pegunungan mencatat TPT pemuda terendah di Indonesia, yakni hanya 2,31 persen. Provinsi ini bahkan melampaui Bali yang memiliki tingkat pengangguran pemuda 3,77 persen, serta Nusa Tenggara Barat di angka 5,96 persen.
Menariknya, Papua Pegunungan juga menjadi satu-satunya provinsi dengan tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) pemuda di atas 80 persen, tepatnya 82,25 persen, jauh di atas rata-rata nasional yang berada di angka 64,93 persen.
Angka ini menunjukkan besarnya keterlibatan pemuda Papua Pegunungan dalam pasar kerja, baik formal maupun informal.
Capaian ini menjadi sorotan positif di tengah tantangan nasional terkait pemberdayaan pemuda. Sementara beberapa daerah masih berjuang menekan angka pengangguran, Papua Pegunungan menunjukkan bahwa dengan kebijakan dan pendekatan yang tepat, pemuda bisa menjadi kekuatan aktif dalam pembangunan ekonomi daerah.
Admin