Krisis lingkungan di Gorontalo semakin mengkhawatirkan dengan rencana proyek transisi energi berbasis biomassa yang akan mengonversi 282.100 hektare hutan di provinsi tersebut.
***
BERINTI.ID, Gorontalo - Koalisi #SaveGorontalo, yang terdiri dari sejumlah organisasi masyarakat sipil, mengecam proyek Biomassa masuk di Gorontalo.
Koalisi tersebut menilai, bahwa proyek biomassa di Gorontalo hanyalah upaya greenwashing dari korporasi dan pemerintah yang tidak mempertimbangkan dampak ekologis maupun sosialnya.
Dalam aksi peringatan Hari Internasional Big Bad Biomass pada 21 Oktober 2024 di bawah Menara Keagungan Limboto, Koalisi #SaveGorontalo dengan tegas menyuarakan protesnya.
Mereka menolak keras proyek biomassa yang akan menggunduli hutan dan menggantinya dengan tanaman cepat tumbuh hanya untuk dibakar bersama bahan bakar fosil.
Juru Bicara Koalisi Save Gorontalo, Renal Husa menyampaikan, bahwa klaim energi terbarukan dari proyek tersebut hanyalah ilusi.
"Tidak ada yang berkelanjutan dari praktik menebang hutan dan merusak ekosistem untuk keuntungan jangka pendek," ujarnya.
Dengan begitu, Koalisi #SaveGorontalo mengecam proyek biomassa masuk di Gorontalo. Sebab, dinilai dapat mengancam 282.100 hektare hutan.
Proyek tersebut hanyalah ilusi transisi energi yang justru merusak ekosistem untuk keuntungan jangka pendek. Aksi ini menolak keras penggunaan hutan untuk tanaman cepat tumbuh yang kemudian dibakar bersama bahan bakar fosil.
Hal ini membuktikan bahwa ancaman terhadap keanekaragaman hayati semakin nyata, terutama di bentang alam Popayato-Paguat yang merupakan habitat spesies endemik.
Dr. Terri Repi dari Universitas Muhammadiyah Gorontalo menjelaskan, bahwa proyek bioenergi ini membahayakan biodiversitas yang sangat penting bagi ekosistem tersebut.
"Hal ini mengancam kelangsungan hidup banyak spesies, terutama spesies endemik dan spesies yang membutuhkan habitat spesifik. Proyek bioenergi yang terdapat di Kabupaten Pohuwato merupakan ancaman serius bagi bentang alam Popayato-Paguat yang berupa areal bernilai konservasi tinggi, yang tentunya bukan hanya menyimpan dua jenis pohon melainkan beragam jenis pohon,” ungkap Dr. Terri.
Sementara, Simpul Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Gorontalo juga menyoroti, bahwa wilayah konsesi proyek ini berada di area rawan bencana, sehingga berpotensi memperburuk risiko ekologis bagi masyarakat sekitar.
"Jika terjadi pembukaan hutan secara masif oleh perkebunan energi, maka hal ini akan menimbulkan dan bahkan memperparah dampak bencana ekologis yang akan menghancurkan ruang hidup dan sumber penghidupan masyarakat sekitar konsesi,” ujar Defri Sofyan, Dinamisator WALHI Gorontalo.
Jadi intinya, proyek biomassa di Gorontalo ini masih dalam tahap perencanaan, namun telah menuai banyak penolakan dari berbagai pihak, khususnya pegiat lingkungan dan masyarakat lokal.