Kasus dugaan penipuan yang menyeret nama Kepala Desa Hutabohu, Rustam Pomalingo berakhir dengan kesepakatan mengembalikan uang korban. Berikut beberapa fakta kasus yang sempat menyeret nama dua kepala dinas di Kabupaten Gorontalo ini.
***
BERINTI.ID, Gorontalo - Kepala Desa (Kades) Hutabohu, Rustam Pomalingo berjanji akan mengembalikan uang korban senilai Rp68 juta.
Hal itu diperkuat dengan surat pernyataan yang dibuat usai rapat dengar pendapat di DPRD terkait dugaan penipuan rekrutmen PPPK yang melibatkan Rustam pada Selasa, 11 Februari 2025. kemarin.
Sebelum dibawa ke meja DPRD, kasus ini sempat mencuri perhatian publik. Publik tidak menyangka bahwa praktik calo di Kabupaten Gorontalo masih berlangsung.
Berikut beberapa fakta terkait kasus dugaan penipuan rekrutmen PPPK yang dilakukan Kades Hutabohu, Rustam Pomalingo.
1. Terima uang Rp68 juta
Kasus ini bermula saat korban meminta bantuan Rustam mendaftar PPPK tahun 2023 lalu lewat salah satu warga bernama Ajis Lateka.
Kepada Ajis, Rustam mengaku bisa membantu korban dengan syarat sejumlah uang yang harus dibayar korban untuk mempermudah proses pendaftaran korban. Disepakatilah angka Rp60 juta.
Namun, di luar dari angka Rp60 juta, Rustam juga menerima uang sebesar Rp8 juta untuk keperluan perbaikan mobil. Alasannya, Rustam tidak punya kendaraan untuk dipakai mengurus pendaftaran PPPK.
Sebagai jaminannya, Rustam berjanji akan mengembalikan uang ini jika korban tidak lulus PPPK.
2. Seret dua dinas
Setelah transaksi selesai, korban dibantu mendapat surat pengalaman kerja di Dinas Pertanian Kabupaten Gorontalo. Surat ini sebagai salah satu syarat administrasi pendaftaran.
Sayangnya, surat pengalaman kerja yang dikeluarkan Dinas Pertanian Kabupaten Gorontalo justru tertolak karena tidak relevan dengan instansi yang dilamar korban yakni Kementerian Kominfo.
Setelah surat pengalaman kerja dari dinas pertanian ditolak, Rustam menghubungi Dinas Kominfo Kabupaten Gorontalo untuk meminta surat yang sama. Namun, surat yang ditandatangani langsung kepala dinas itu juga tak membantu.
Korban mengaku dalam mendapatkan surat pengalaman kerja harus merogoh kocek sebesar Rp500.000 untuk dinas pertanian.
Lalu muncul pertanyaan apakah dinas kominfo juga menerima bayaran yang sama?Mengapa kepala dinas mengakui korban pernah bekerja di dua dinas tersebut selama dua tahun berturut-turut padahal kenyatannya tidak?
Dalam RDP, eks Kadis Pertanian, Rahmat Pomalingo, dan Kadis Kominfo, Safwan Bano kompak mengatakan bahwa surat itu keluar atas dasar membantu warga.
Rahmat bilang, dia tidak pernah berkomunikasi dengan Rustam soal surat yang membuat namanya terseret dalam masalah ini. Surat itu terbit berdasarkan komunikasi kabid dinas pertanian dengan Rustam.
"Pak Kabid sudah minta maaf soal penerbitan surat itu," kata Rahmat.
Sementara Safwan Bano mengaku tidak pernah menerima sepeser pun dari Rustam karena membantu menerbitkan surat pengalaman kerja kepada korban.
Safwan juga mengaku sudah mengingatkan Rustam bahwa surat tersebut tidak berpengaruh pada pendaftaran korban. Namun, atas dasar kemanusiaan, Safwan menandatangani surat tersebut.
"Pikiran saya tidak ada konsekuensinya, jadi saya keluarkanlah surat keterangan itu," kata Safwan.
Dalam dinas pertanian, korban tercatat pernah bekerja selama dua tahun, terhitung dari tanggal 20 November 2020 sampai dengan 29 September 2023.
Sedangkan dalam surat keterangan dinas kominfo, korban bekerja dari tanggal 3 Mei 2021 sampai 18 Oktober 2023.
3. Sudah tau korban tidak akan lulus
Dalam beberapa pernyatannya, Rustam secara tidak langsung mengatakan bahwa surat ini tidak akan berpengaruh pada pendaftaran korban. Artinya, sekalipun surat itu dikeluarkan, korban tidak akan lulus.
Itu terbukti dari pengakuan Safwan dan Rahmat sebelum mengeluarkan surat tersebut.
Rustam juga mengaku sudah berkonsultasi dengan badan Kepegawaian Daerah (BKD)Kabupaten Gorontalo. Jawaban BKD pun sama dengan jawaban Safwan dan Rahmat, surat tersebut tidak menjamin kelulusan korban.
Anehnya, meski sudah tahu hasilnya, Rustam belum juga mengembalikan uang korban bahkan berharap korban masih akan mendaftar tahun depan.
4. Setahun lebih berlalu, uang belum kembali
Kasus ini mencuat ke publik setelah pihak keluarga merasa gerah dengan Rustam yang tak kunjung mengembalikan uang jaminan.
Pasalnya, keluarga sudah menunggu selama setahun lebih, tapi Rustam tak juga menempati janjinya.
Rustam sempat menawarkan mobilnya sebagai jaminan sementara sebagai buktik iktikad baiknya sebelum bisa mengembalikan uang seperti pembicaraan awal. Namun, keluarga tetap menolak.
Karena tak kunjung dikembalikan, keluarga akhirnya melapor ke DPRD. DPRD yang juga geram mendengar kasus ini akhirnya mempertemukan Rustam dengan korban lewat rapat dengar pendapat (RDP). Pihak keluarga korban sempat akan melaporkan Rustam ke polisi, tapi urung dilakukan karena berharap mendapat titik terang di DPRD.
5. Diberi waktu satu minggu
Hasil RDP melahirkan satu kesepakatan: Rutam wajib mengembalikan uang korban sebesar Rp68 juta dalam waktu satu minggu.
Bagi Rustam jangka waktu yang diberikan DPRD sangat berat. Namun, dia tetap akan mengembalikan uang korban sesuai pembicaraan awal.
"Saya minta waktu diperpanjang. Saya punya kemampuan saya tahu persis, tapi kemampuan itu sudah tidak mendapat tempat lagi," kata Rustam.
"Mau tidak mau harus mau. Analoginya sehebat-hebatnya semut kalau di hadapan kelompok gajah pasti mati," ungkapnya.
6. Pernah jadi calo
Masalah ini kian melebar setelah Rustam mengaku dirinya pernah terlibat dalam praktik calo. Dia mengaku punya tim sebanyak tujuh orang, termasuk dirinya. Bayarannya pun bervariasi tergantung tugas masing-masing.
Namun, Rustam menegaskan bahwa praktik itu dilakukan sebelum dirinya menjabat Kepala Desa Hutabohu.
"Itu cerita sebenarnya profesi saya sebelum kepala desa. Itu profesi lama waktu saya belum punya pekerjaan sehingga saya terlibat dalam percaloan itu," ujar Rustam.
"Sekarang tidak [jadi calo]. Ini awalnya diminta, karena background-nya masih ada akhirnya dicoba," sambungnya.