Masalah pertambangan tanpa izin (PETI) di Gorontalo sudah menjadi perhatian publik beberapa bulan belakangan ini. Namun baru di bulan Februari Polda Gorontalo berhasil menetapkan tiga tersangka dalam kasus ini.
***
BERINTI.ID, Gorontalo - Keberadaan pertambangan tanpa izin (PETI) di Gorontalo sudah cukup meresahkan warga, khususnya yang berada di Kabupaten Boalemo, dan Pohuwato.
Tidak sediki pemberitaan terkait dampak buruk keberadaan PETI di Gorontalo yang beredar di media sosial maupun media pemberitaan.
Bahkan ada dugaan keterlibatan anggota polisi sehingga aktivitas PETI di Gorontalo sulit dihentikan.
Di tengah derasnya arus pemberitaan PETI, polisi tiba-tiba menangkap dan menetapkan tiga orang sebagai tersangka dalam kasus ini.
Mengapa polisi baru bertindak?
Dirreskrimsus Polda Gorontalo, Kombes Pol Maruly Pardede mengatakan penangkapan ini merupakan instruksi langsung dari Kapolda Gorontalo.
Sayangnya, tindakan polisi terkesan lambat lantaran keberadaan PETI di Gorontalo sudah menimbulkan dampa buruk terhadap masyarakat setempat.
"Ini intruksi dari Kapolda Gorontalo sesuai instruksi presiden terkait ketahan sumber daya alam," kata Maruly.
"Ditambah lagi ada informasi dan pemberitaan maraknya kegiatan pertambangan tanpa izin yang cukup meresahkan karena berdampak pada kerusakan alam dan sudah ada efek sulitnya masyarakat mendapat air bersih," sambungnya.
Banyak TKP yang didalami
Maruly mengaku saat ini banyak perkara yang sama sedang ditangani polisi, tapi terhambat kondisi lokasi dan jarak.
Saat ini baru polisi baru menertibkan tiga TKP yang yang tersebay di Kabupaten Boalemo dan Kabupaten Pohuwato.
Polisi juga berhasil mengamankan beberapa alat bukti yang kini disimpan di Mako Polda Gorontalo, di Polres Boalemo, maupun di Polres Pohuwato.
"Dari pengamanan awal di TKP, penyelidik melakukan pendalaman dan hasilnya berdasarkan alat bukti yang cukup. Kemudian dilakukan gelar perkara, menaikkan ke tahap penyidikan. Setelah itu dilakukan pendalaman lagi dan memperkuat unsur pasalnya, diperkuat dengan saksi dan ahli juga," ujarnya.
"Disimpulkan bahwa kasus ini akan digelarkan dan dilakukan gelar perkara penetapan tersangka, tersangkanya ada tiga orang," sambungnya.
Identitas dan peran tersangka
Ketiga tersangka diketahui bernama Nandang Patilima, Rapik Panipi, dan Iwan Panipi.
Nandang bertugas sebagai operator alat berat, Rapik pekerja mesin air, dan Iwan sebagai pekerja karpet, dan penyaring emas.
Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.,
Ancaman hukumannya hingga 5 tahun penjara dan denda maksimal Rp100 miliar.