TikTok Logo X Logo
Logo
Life Style

Apa Harus Tindik Dulu Baru Bayi Perempuan Dibilang Cantik? Patriarki Sekali

$detailB['caption'] Ilustrasi tindik telinga bayi perempuan (istimewa)

Kalau harus ditindik dulu bayi perempuan baru bisa dikatakan cantik atau tambah cantik, lantas bagaimana dengan bayi laki-laki? Partiarki sekali!!

***

BERINTI.ID, Gorontalo - Di usianya yang belum enam bulan, anak saya sering jadi sasaran ceramah mak emak komplek. Mereka sering bilang dia mirip laki-laki karena belum ditindik. Begitu juga saat di posyandu. Petugas yang kekurangan bahan sering menjadikan soal ini topik utama memulai basa basi. 

Narasi yang sama juga datang dari oma dan tante-tantenya. Awalnya, saya menanggapinya biasa saja. Orang mereka keluarga senior yang sayang keluarga junior. Jadi, ya, wajar. 

Namun, saya kemudian menyadari bahwa ada sesuatu yang aneh. Setiap kali dijawab “belum waktunya”, “nanti saja”, atau sekadar kasih senyum pasti ada-ada saja pertanyaan dan pernyataan lanjutan yang memicu perdebatan. Entah mengapa, hanya gara-gara perintilan kecil saja cara pandang orang-orang ke anak saya seperti “kurang lengkap” atau ada “bagian yang hilang”. 

Mungkin bagi mereka narasi seperti itu hanya sekadar saran positif, tapi sejujurnya tidak lebih dari sebuah omong kosong. Sekarang apa urgennya bayi perempuan ditindik? Kan, bayi belum paham makna asesoris yang dipakai. 

Lagian tindik atau anting juga bukan satu-satunya pembeda jenis kelamin. Apa harus ditindik dulu baru bisa dikenali mana bayi perempuan dan mana bayi laki-laki?

Pikiran nyinyir saya jadi bertanya-tanya: masa, sih, cuma bayi perempuan yang dituntut untuk tampil sesuai standar tertentu? Masa iya cuma bayi perempuan yang pantas dijadikan objek pasif untuk kepuasan indrawi? Harus begini lah, harus begitu lah, baru cukup dikatakan cantik atau tambah cantik. Kalau begitu, harusnya ada standar tertentu untuk bayi laki-laki supaya bisa dikatakan ganteng atau tambah ganteng. 

“Patriarki sekali!,” begitu kata seorang teman saya waktu saya curhat.

Dari sini kita bisa melihat kalau diskriminasi penampilan atau objektifikasi perempuan sudah ada sejak perempuan itu lahir. Saya yakin masih banyak standart-standar tertentu yang dibebankan ke bayi perempuan, tetapi belum atau enggan dikomentari oleh para orang tua. Para orang tua selama ini “dipaksa” menerimanya. Sebab, jika tidak, akan dianggap menabrak adat atau melawan kodrat. 

Untuk beberapa orang tua menganggap tindik telinga pada bayi perempuan wajar-wajar saja. Bahkan ada yang menganggapnya sebuah tradisi. Biasalah, kalau bukan untuk membuat anaknya tampil fashionable, alasannya karena kulit bayi masih gampang ditembus mesin sehingga mengurangi risiko sakit atau ketidaknyamanan di kemudian hari. 

Sementara bagi para penolak, tindik menindik telinga bayi dianggap sebuah bentuk pelecehan dan kekerasan pada anak. Sebab tindakan tersebut bisa menyakiti, bisa mengubah bentuk tanpa persetujuan anak terlebih dahulu. Saya sendiri cenderung menganggap hukum tindik telinga pada bayi perempuan tidak wajib dan tidak masalah seandainya narasi-narasi tadi tidak ada. 

Bagi saya, menindik telinga sama halnya dengan mendidik. Menindik itu hak anak. Bersifat personal. Jika begitu, berarti hukum boleh tidaknya tergantung si anak juga. Dengan kata lain kita mendidiknya bagaimana cara bertanggung jawab. Tanggung jawab atas rasa sakit, kebersihan telinga, dan menjaga perhiasan yang dia pakai. 

Tips menindik telinga bayi

Menurut American Academy of Pediatrics (AAP) tidak ada waktu terbaik untuk menindik telinga bayi. Umur berapa pun silakan, yang penting dilakukan secara medis oleh ahlinya ahli, intinya inti, core of the core. Namun, sebagian ahli juga menyarankan saat anak sudah berusia 6 bulan. 

Meski ada beberapa tips untuk orang tua yang berencana menindik telinga bayinya. Tips ini berdasarkan sejumlah kasus yang saya temui di lapangan sebelum curhat ini jadi. Karena pada praktiknya tindik telinga pada bayi tidak selamanya sesuai harapan. Ada risiko-risiko yang tidak bisa dianggap lucu-lucuan. Sebagai orang tua, mestinya kita tidak boleh bersikap lugu dengan risiko-risiko ini.

Pertama, diperhatikan kapan waktu menindik telinga bayi dan berkonsultasilah dengan dokter. Ada kasus di mana hasil tindikan tidak kompak alias tidak simetris. Lalabota kalau orang Gorontalo bilang. Istri saya mengalaminya. 

Mengapa demikian? Karena bisa jadi telinganya ditindik sebelum waktunya. Sebab terlalu dini menindik telinga bayi justru akan membuat posisi lubangnya terlihat miring,
terlalu dekat, atau terlalu jauh dengan wajah ketika bertumbuh dewasa. 

Kedua, perhatikan betul orang yang menindik dan pastikan alatnya steril atau tidak. Ada kasus telinga bayi membengkak dan bernanah usai ditindik. Mengapa timbul risiko seperti ini?

Ya, karena memang setiap kita menindik kulit akan membuka peluang terjadinya infeksi. Apalagi kalau petugasnya amatiran. Kita tentu tidak mau anting yang dibeli tidak terpakai dan berakhir di toko emas.

Ketiga, perhatikan betul perhiasan yang bakal akan dipakai. Hal ini bisa mencegah risiko tak kasat mata dan tak kasat rasa. Misalnya, anting yang terlalu besar atau terlalu berharga, justru akan mengganggu aktivitas bermain si kecil. Kebayang kan, bagaimana si kecil sementara bermain, sementara lari-lari terus antingnya nyangkut di baju atau jatuh? Kalau bukan si kecil yang nangis, ya, emaknya yang sedih.

Ketiga hal ini (mungkin masih banyak) lebih penting ketimbang mengimani omong kosong yang orientasinya hanya melulu soal kepuasan indrawi semata. Sebab perkara tindik menindik telinga bayi bukan semata-mata soal indrawi sehingga yang keluar hanya seputar tampilan fisik. 

Bayi perempuan sama sebagaimana bayi laki-laki. Dunia mereka tidak dibentuk oleh satu jenis pernak pernik fashion kekinian berukuran mini saja. Yang mereka butuhkan tumbuh kembang. 

Percayalah semua bayi yang dilahirkan sehat dan normal, insyaallah, akan benar-benar tumbuh menjadi manusia yang lengkap. Mau ditindik atau tidak, mau pakai anting atau tidak, bayi tetap saja gemesin. Walau hanya dipakaikan baju serta sepatu yang nyaman, bayi tetap bisa dijadiin talent utama dalam konten FB Pro ibu-ibu sekalian. 


Mau dapatkan informasi terbaru yang menarik dari kami? Ikut WhatsApp Channel Berinti.id. Klik disini untuk gabung.

Foto Profil

Yakub M. Kau

Pura pura penulis.

×

Search

WhatsApp Icon Channel WhatsApp