"Kami tidak menolak pembangunan pelabuhan ini, tapi kami juga perlu kejelasan. Mau tinggal di mana kami nanti kalau rumah sudah digusur?”
***
BERINTI.ID, Gorontalo - Di tengah rencana pengembangan kawasan Pelabuhan Anggrek, Kabupaten Gorontalo Utara ada keresahan di benak warga yang menempati kawasan tersebut.
Seperti yang dirasakan Risna Pasoo, 47 tahun. Ia telah tinggal di kawasan tersebut selama 20 tahun lebih. Kesehariannya sebagai pedagang es batu.
Risna kini menghadapi ancaman penggusuran yang akan dilakukan oleh pemerintah setempat karena adanya proyek pengembangan kawasan tersebut.
Pada 8 Oktober 2024 kemarin, pemerintah mulai melakukan pemutusan listrik warga sebagai tanda penggusuran makin dekat. Sejak itu, Risna kehilangan mata pencahariannya dari menjual es batu.
Agar tetap bisa mendapatkan pemasukan, Risna menitipkan 3 unit kulkasnya ke rumah tetangga yang belum tersentuh pemutusan listrik.
"Kalau rumah saya belum digusur, tapi listriknya sudah putus. Karena saya jualan es batu, barang dagangan saya titipkan ke tetangga sambil jualan di sini," kata Risna.
Sampai sekarang Risna masih bertahan di rumah yang sudah ditempati selama puluhan tahun dengan penerangan seadanya.
Bukan lagi dagangannya yang membuat ibu tiga anak ini kebingungan. Bila rumah yang ditempati selama puluhan tahun digusur ke mana dia harus mencari tempat tinggal. Tanah tak punya, penghasilan dari menjual es batu pun pas-pasan.
Meskipun proyek perluasan pelabuhan diharapkan dapat meningkatkan perekonomian daerah, warga seperti Risna tetap merasa khawatir karena tidak adanya jaminan relokasi atau bantuan finansial yang memadai dari pemerintah.
"Kami tidak menolak pembangunan pelabuhan ini, tapi kami juga perlu kejelasan. Mau tinggal di mana kami nanti kalau rumah sudah digusur?” imbuhnya.
Plt Camat Anggrek, Yusuf Abdillah Hasan saat ditemui menjelaskan jika Risna dan warga di kawasan pelabuhan tidak miliki izin tinggal, baik sertifikat tanah maupun legalitas lainnya.
"Kawasan pelabuhan itu kan dikuasai oleh Kementerian Perhubungan dan sudah tersertifikasi, pendelegasiannya itu diserahkan ke KSOP," kata Yusuf, Kamis, 9 Oktober 2024.
Yusuf menjelaskan bagaimana Risna dan warga lain bisa tinggal di kawasan pelabuhan Anggrek seperti sekarang ini.
Menurut penjelasannya warga yang tinggal di kawasan pelabuhan hanya berstatus pemanfaat. Tiba waktu kawasan tersebut akan dipakai atau dikembangkan, pemerintah tidak berhak memberikan ganti rugi.
"Warga yang bermukim di situ itu ada yang sudah lama dan ada yang sudah berganti dalam artian sudah membeli lapak dari tangan pertama,"
"Jadi orang pertama itu ada surat penyataan ketika mereka memanfaatkan sementara lahan itu. Tiba saatnya digunakan, mereka akan serahkan tanpa harus dibayar, atau diganti rugi. Surat itu tersimpan di pihak KSOP," jelas Yusuf.
Jadi intinya: Risna dan warga di kawasan pelabuhan Anggrek setuju dengan pengembangan pelabuhan. Namun, pemerintah juga harus menjamin kehidupan mereka pascapenggusuran.