Gen Z dan Milenial makin sadar pentingnya kesehatan mental di tempat kerja. Jam kerja fleksibel, pemimpin yang suportif, dan lingkungan yang inklusif jadi kunci kebahagiaan dan kesejahteraan mereka.
***
BERINTI.ID, Jakarta - Hasil survei global dari Deloitte pada tahun 2025 menunjukkan bahwa jam kerja yang terlalu panjang menjadi salah satu pemicu utama stres dan kecemasan di tempat kerja.
Hampir separuh responden dari kalangan Gen Z (lahir 1995–2006) dan Milenial (lahir 1983–1994) menyatakan hal tersebut sebagai sumber tekanan mental.
Responden juga menyoroti pentingnya peran manajer dalam membantu mengatasi faktor-faktor penyebab stres tersebut.
Salah satu langkah yang dinilai efektif adalah penerapan jam kerja yang fleksibel, yang menjadi preferensi utama bagi kedua generasi ini.
Budaya kerja yang sehat, inklusif, dan positif dinilai mampu meredam lingkungan kerja toxic, memperbaiki penghargaan terhadap karyawan, serta mendorong pengambilan keputusan yang lebih adil.
Di samping itu, kehadiran pemimpin yang peduli dan mendukung kesejahteraan mental juga dianggap sangat penting.
Namun demikian, masih ada sekitar 25% responden yang merasa takut mengalami diskriminasi dari atasan jika terbuka soal masalah kesehatan mental.
Meski begitu, lebih dari 60% Gen Z dan Milenial mengaku cukup nyaman membicarakan kondisi mental mereka kepada manajer.
Sebanyak 74% Gen Z dan 68% Milenial bahkan pernah merasa perlu mengambil cuti akibat tekanan mental yang mereka alami.
Hal ini menunjukkan pentingnya langkah preventif dari pemimpin atau atasan untuk menciptakan lingkungan kerja yang tidak hanya produktif, tapi juga mendukung kesehatan mental.
Menemukan Kebahagiaan dalam Bekerja
Salah satu temuan menarik dari survei ini adalah pernyataan bahwa sulit untuk menemukan keseimbangan antara pendapatan yang layak, pekerjaan yang bermakna, dan kondisi hidup yang sejahtera secara bersamaan.
Sekitar 60% Gen Z dan 70% Milenial mengaku merasa bahagia jika kondisi keuangan mereka aman. Namun, ada juga 28% Gen Z dan 31% Milenial yang tetap merasa bahagia meskipun belum stabil secara finansial.
Isu keuangan, baik untuk kebutuhan sehari-hari maupun jangka panjang, turut menjadi faktor penyumbang kecemasan. Namun, makna dalam pekerjaan juga dianggap sangat krusial.
Sekitar setengah dari kedua generasi ini menyebut bahwa memiliki tujuan kerja yang bermakna sangat penting demi mencapai kepuasan dan kesejahteraan.
Nilai-nilai organisasi yang selaras dengan nilai pribadi juga menjadi sumber kebahagiaan yang signifikan bagi banyak pekerja.
Dari sisi kesejahteraan, responden menganggap bahwa dukungan dari pemimpin memainkan peran besar. Faktor seperti peluang untuk berkembang dan keseimbangan antara kehidupan pribadi dan pekerjaan turut berkontribusi terhadap rasa bahagia dan sejahtera dalam bekerja.
Perubahan jalur karier kini semakin umum, baik di kalangan Gen Z maupun Milenial. Sebanyak 28% Gen Z dan 26% Milenial mengubah arah karier mereka untuk mencapai keseimbangan hidup yang lebih baik.
Alasan lainnya meliputi keinginan akan kompensasi yang lebih tinggi, fleksibilitas waktu kerja, prospek karier yang lebih menjanjikan, perubahan minat, hingga pencarian tujuan yang lebih bermakna dalam hidup.
Faktor eksternal seperti kondisi dan peluang pasar kerja juga cukup memengaruhi keputusan untuk berganti jalur karier, sebagaimana disetujui oleh sekitar sepertiga dari responden kedua generasi tersebut.
Admin