Pinjaman macet menjadi tren di Indonesia di tahun ini. Generasi muda mendominasi pelaku pinjaman macet akibat jeratan pinjaman online dan gaya hidup elit.
***
BERINTI.ID - Tingkat pinjaman macet pada tahun 2024 mengalami peningkatan hingga menjadi tren negatif di Indonesia.
Data terbaru menunjukkan bahwa mayoritas kasus tersebut berasal dari kalangan generasi muda.
Tren ini terjadi lantaran pesatnya perkembangan teknologi finansial hingga kemudahan mengakses pinjaman online (pinjol).
Alhasil, banyak generasi muda yang terjerat di pinjaman online sampai tak bisa melunasi utangnya.
Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda mengatakan pemicu utama masalah pinjaman macet ini adalah gaya hidup konsumtif.
Generasi muda tidak mengimbangi gaya hidup mereka dengan peningkatan pendapatan yang signifikan.
“Kebanyakan dari mereka menggunakan dana untuk kebutuhan yang bersifat rekreasi, seperti menonton konser, bepergian, dan membeli barang elektronik baru, termasuk ponsel,” tutur Nailul, dikutip VOA Indonesia.
Berdasarkan laporan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pada Juli 2024, generasi muda menyumbang 37,17 persen kredit macet atau tingkat wanprestasi (TWP) 90 pada fintech peer-to-peer (P2P).
“Untuk gen Z dan milenial ini yang kami kategorikan di usia 19-34 tahun itu adalah 37,17 persen,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) Agusman pada Antara.
Pada Januari 2024 tercatat 301.783 rekening dengan outstanding Rp 729,62 miliar.
Angka ini menurun di Februari menjadi 269.118 rekening dan Rp693,26 miliar.
Namun, terjadi kenaikan pada Maret mencapai 281.962 rekening dan Rp726,63 miliar.
Kemudian pada bulan Mei, jumlah entitas meningkat menjadi 286.173 dengan nilai outstanding tertinggi sebesar Rp 733,00 miliar.
Namun, angka tersebut turun menjadi sekitar 284.000 entitas dan outstanding sekitar Rp 652,73 miliar pada Juli.
Pinjaman macet ini tidak hanya berdampak negatif bagi peminjam, tetapi juga mempengaruhi kesehatan lembaga keuangan dan fintech yang memberikan pinjaman.
Apabila masalah ini terus berlanjut, tentu rasio Non-Performing Loan (NPL) lembaga-lembaga tersebut akan meningkat, yang dapat mengurangi likuiditas dan mengganggu stabilitas sistem keuangan.
Jadi intinya, meski gaya hidup konsumtif di kalangan generasi muda terus meningkat, diharapkan kesadaran akan manajemen keuangan dan pentingnya membayar kewajiban tepat waktu juga semakin tumbuh. Jika tidak diatasi, tren pinjaman macet ini bisa berujung pada krisis finansial pribadi yang lebih besar bagi generasi muda di masa mendatang.
Sumber: Goodstats