IAIN SMART menggelar webinar nasional yang menyoroti isu demokrasi, penegakan hukum, dan kebebasan berpendapat, sekaligus menegaskan peran kampus sebagai ruang kritis untuk menjaga kualitas demokrasi dan kebijakan publik di Indonesia.
***
BERINTI.ID, Gorontalo - Kampus kembali mengambil peran sebagai ruang kritik dan refleksi demokrasi.
Hal tersebut dibuktikan melalui Webinar Nasional yang diselenggarakan oleh IAIN SMART, menghadirkan Wakil Menteri Dalam Negeri, anggota DPR RI, pengamat politik nasional, praktisi, aparat penegak hukum, hingga akademisi.
Webinar itu dibuka secara resmi oleh Wakil Rektor II IAIN SMART, Prof. Dr. Rusli. Dalam sambutannya, dirinya menegaskan bahwa demokrasi Indonesia masih menghadapi pekerjaan rumah serius, mulai dari kebebasan berpendapat hingga penegakan hukum.
"Kebebasan berpendapat masih menjadi sorotan, akses ruang publik masih bermasalah, dan independensi penegakan hukum belum sepenuhnya ideal. Namun kita tetap optimistis, negara ini akan terus bergerak ke arah yang lebih baik," kata Rusli.
Wakil Menteri Dalam Negeri, Bima Arya, yang hadir sebagai keynote speaker menilai Indonesia saat ini berada pada momentum strategis menuju Indonesia Emas 2045.
Namun, menurut dia, kemajuan itu hanya bisa dicapai dengan prasyarat yang kuat.
"20 tahun ke depan sangat menentukan. Syaratnya visi nasional harus konsisten lintas generasi, kepemimpinan efektif, kemandirian, serta kolaborasi dan inovasi," ujar Bima Arya.
Sementara dari perspektif legislasi, anggota Komisi II DPR RI, Taufan Pawe, menyoroti urgensi revisi Undang-Undang Pemilu.
Dirinya menilai penguatan kelembagaan penyelenggara pemilu menjadi kunci demokrasi yang sehat.
"Revisi UU Pemilu harus memastikan penyelenggara yang independen dan profesional. Seleksi anggota penyelenggara idealnya berbasis CAT dan wawancara yang mengukur kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual," kata Taufan.
Sorotan tajam juga datang dari Ketua Indonesia Memanggil 57+ (IM57+), Lakso Anindito. Ia memaparkan data indeks persepsi korupsi yang menunjukkan tantangan besar dalam penegakan hukum.
"Skor Indonesia masih di angka 37, peringkat 99 dari 180 negara. Tahun 2026 nanti menjadi momentum penting karena kepemimpinan akan menentukan arah penegakan hukum," tutur Lakso.
Sementara itu, Direktur Triaspols Indonesia, Agung Baskoro, menekankan pentingnya stabilitas politik dan peran kampus sebagai penyeimbang kekuasaan.
"Stabilitas politik itu kunci. Pejabat publik harus berhati-hati dalam berstatemen. Kampus yang kritis itu sehat bagi demokrasi. Justru kampus yang diam itu berbahaya," ungkap Agung menjelaskan.
Dari sisi aparat penegak hukum, Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Malinau, Novriyantino Jati Vahlevi, menegaskan bahwa kampus adalah ruang lahirnya kritik yang rasional.
"Kampus harus berani bersuara. Banyak kebijakan hari ini tidak berbasis keilmuan. Karena itu, kritik dari kampus sangat diperlukan," tuturnya.
Di sisi lain, Ketua Jurusan Pemikiran Politik Islam IAIN SMART, Hendra Yasin, mengatakan webinar nasional ini merupakan bagian dari tanggung jawab moral akademisi dalam menjaga demokrasi.
"Forum ini kami hadirkan untuk memastikan ruang tumbuhnya komunitas epistemik. Kampus tidak boleh absen dalam menjaga arah bangsa," ucap Hendra.
Kegiatan Webinar nasional yang diinisiasi oleh Jurusan Pemikiran Politik Islam, Jurusan Hukum Tata Negara dan Jurusan Hukum Pidana Islam, ini menegaskan kembali posisi kampus bukan sekadar menara gading, melainkan ruang publik yang aktif merawat demokrasi, mengawal kekuasaan, dan menyuarakan kepentingan rakyat.
Admin