TikTok Logo X Logo
Logo
Life Style

Luka di Balik Semboyan Asia untuk Bangsa Asia

$detailB['caption'] Patung Nani Wartabone, salah satu tokoh penting di masa perjuangan Gorontalo (Tomy Ziyon Pramono/Berinti.id)

Kecurigaan Nani Wartabone terhadap Jepang, sebenarnya, sudah muncul sebelum mereka datang. Semula Nani Wartabone menerimanya baik-baik agar Jepang tidak menerapkan prinsip penjajahannya di Gorontalo. Namun, sikap baik-baik Nani Wartabone justru dibalas Jepang dengan sikap penuh intrik.

***

BERINTI.ID, Gorontalo - Bendera merah putih pertama kali berkibar di langit Gorontalo pada 23 Januari 1942. Peristiwa itu menandai berakhirnya era kekuasaan Belanda. Selepas itu dibentuklah Pucuk Pimpinan Pemerintahan Gorontalo (PPPG) yang diketuai Nani Wartabone. Nama-nama seperti Kusno Danupoyo, Pendang Kalengkongan, dan M.H Buluati juga menempati jabatan penting di dalamnya.

Tugas utama PPPG menjaga stabilitas rakyat dan menyebarluaskan semangat 23 Januari 1942 ke wilayah atau daerah lain. PPPG juga mendapat dukungan penuh dari partai-partai politik. Namun, umur pemerintahan PPPG hanya berlangsung singkat. Semua berubah dan berakhir ketika Jepang menguasai Gorontalo.

Semboyan Asia untuk bangsa Asia

Jepang masuk ke wilayah Sulawesi Utara pada 11 Januari 1942. Kedatangan Jepang membuat Belanda berada di ambang kehancuran. Ini pula yang menjadi salah satu kondisi penentu di balik keberhasilan rakyat menggulingkan pemerintahan Belanda di Gorontalo. Pejabat pemerintahan Belanda ditangkap lalu diserahkan ke pemerintah Jepang yang berada di Manado.

Dikutip dari buku 23 Januari 1942 dan Nasionalisme Nani Wartabone, Jepang masuk ke Gorontalo pada 26 Februari 1942. Pasukan yang dipimpin Yanai datang mengajak kerja sama PPPG. Hal itu disambut baik oleh Nani Wartabone. Pada 5 Maret 1942, Jepang menyambangi Gorontalo lagi melalui pelabuhan Kwandang. Kedatangan kedua ini bertajuk kunjungan kehormatan untuk PPPG dan Nani Wartabone.

Pada 6 Juni 1942, PPPG berganti nama menjadi Gunco Kaigi. Nani Wartabone tetap didapuk sebagai pimpinannya. Jepang kemudian menonaktifkan Gunco Kaigi dan diganti Ken Kanrikan awal Juli 1942. Saat itulah pemerintahan sepenuhnya jatuh ke tangan Jepang. Pergerakan Nani Wartabone pun dipersempit setelah hanya dijadikan sebagai penasihat. Ditambah lagi bendera merah putih dilarang dikibarkan, yang membuat hati Nani Wartabone terpukul. 

Dalam buku Sejarah Revolusi Kemerdekaan Sulawesi Utara, Jepang datang bak juru selamat dengan niat memanusiakan rakyat Gorontalo setelah bebas dari imperialisme Belanda. Mereka datang membawa semboyan "Asia untuk Bangsa Asia". Lama kelamaan muka dua Jepang mulai nampak; topeng kemanusiaan dilepas, muka penjajah dipasang. 

Yang paling menyakitkan ketika Jepang mengambil alih sistem perekonomian rakyat. Rakyat dipaksa memproduksi hasil pertanian, terutama beras, tetapi sebagian besar hasilnya untuk kepentingan ekonomi Jepang. Kesengsaraan makin dirasakan rakyat ketika keluar aturan larangan mengimpor beras ke daerah lain tanpa izin Jepang. 

"Sistem perekonomian rakyat Gorontalo pada masa itu berada di bawah pengawasan yang keras dari Jepang di mana rakyat diharuskan memproduksi hasil-hasil pertanian, tetapi hasilnya hanya sebagian kecil dapat dinikmati oleh rakyat, sebagian besar adalah untuk kepentingan Jepang," begitu tertulis dalam buku milik Departemen Pendidikan dan Kebudayaan itu.

"Perekonomian dikuasai dan diatur oleh Jepang misalnya soal penyaluran bahan-bahan pokok kebutuhan rakyat. Untuk itu pada setiap desa didirikan suatu badan yang disebut Beikokubu yang tugasnya melakukan penjualan bahan makanan yang disalurkan untuk rakyat. Untuk sandang didirikan Shikiobu sebagai badan penyalur bahan pakaian, dan untuk perikanan didirikan Nantoibo."

Pada tahun 1943 terjadi peristiwa yang begitu mengiris hati rakyat. Lima warga Limboto, Palaloe/Palalu dan keempat anaknya diminta menyerahkan 80 Liter beras hasil memotong padi di Kwandang, tapi mereka menolak. Akibatnya, Palaloe dan keempat anaknya ditangkap lalu dijatuhi hukum pancung kepala. Untuk keduanya kalinya Jepang membuat Nani Wartabone menangis.

"Inilah yang aku tidak suka pada Jepang," kata Nani kepada temannya, Sinyo Hasan dalam buku 23 Januari 1942 dan Nasionalisme Nani Wartabone.

Nani Wartabone ditangkap

Sejak kejadian itu, Jepang mulai menaruh curiga kepada Nani Wartabone. Ada kekhawatiran Nani Wartabone akan menggembosi Jepang seperti yang dilakukan kepada Belanda. Sempat terjadi negosiasi antara kedua pihak. Jepang mengancam akan mempersulit keadaan jika Nani Wartabone menolak kerja sama. Alih-alih tunduk, Nani Wartabone menolak, dan tetap pada pendiriannya: mau diajak kerja sama asal Jepang mau mengakhiri penderitaan rakyat serta mau mengakui kemerdekaan Indonesia. Jepang akhirnya menangkap Nani Wartabone bersama rekan-rekannya pada bulan Desember 1943.

"Mereka dibawa ke Manado dan disiksa ditanam sampai batas leher di tepi pantai. Kalau datang ombak, maka mata, telinga, dan seluruh kepala mereka ditutupi pasir," tulis buku milik Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Gorontalo itu.

Nani Wartabone dan beberapa rekannya baru menghirup udara bebas pada bulan Juni 1944, tepatnya ketika Jepang berada di pintu gerbang kekalahan. Pada 15 Agustus 1945, Jepang mengakui kekalahannya pada Perang Dunia II. Dua hari setelahnya atau tanggal 17 Agustus 1945, Soekarno dan Mohammad Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.

Berita proklamasi Indonesia baru diketahui warga Gorontalo pada akhir Agustus. Ken Kanrikan atau Kepala Pemerintahan Jepang daerah Gorontalo, Kinoshita menyerahkan pemerintahan kepada rakyat pada 9 September 1945. Penyerahan kekuasaan diterima Nani Wartabone dalam sebuah upacara di lapangan sepak bola Kota Gorontalo. Dalam upacara itu bendera Hinomaru diturunkan, diganti merah putih. Untuk kedua kalinya bendera merah putih berkibar diiringi lagu Indonesia Raya di angkasa Gorontalo.


Mau dapatkan informasi terbaru yang menarik dari kami? Ikut WhatsApp Channel Berinti.id. Klik disini untuk gabung.

Foto Profil

Husnul Puhi

Berawal dari semangat menyuarakan kebenaran, Husnul Puhi terjun ke dunia jurnalistik sejak 2022 dan pernah berkarier di media nasional yang membentuk perspektifnya dalam menyampaikan informasi dan memperkuat tekadnya menjadi suara bagi publik.

×

Search

WhatsApp Icon Channel WhatsApp