TikTok Logo X Logo
Logo
Life Style

Pemerintah Tidak Siap dengan Anak Muda, Bonus Demografi Bisa Sia-Sia

$detailB['caption'] Anak muda sebagai bonus demografi akan sia-sia jika pmerintah tidak siap (Ilustrasi)

BERINTI.ID, Gorontalo - Saat ini, Indonesia sedang mengalami transisi dalam struktur umur penduduk. Berdasarkan Proyeksi Penduduk Indonesia tahun 2010–2035 yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), persentase penduduk usia kerja (15–64 tahun) akan mencapai 67% pada tahun 2035. Dari jumlah tersebut, sekitar 45% merupakan penduduk berusia antara 15–34 tahun.

Perubahan struktur ini mengakibatkan turunnya angka beban ketergantungan dari 50,5% pada tahun 2010 menjadi 47,3% pada tahun 2035. Kondisi ini mengurangi beban ekonomi penduduk usia produktif dan menjadi sebuah fenomena yang disebut bonus demografi. Ini terjadi karena jumlah penduduk usia produktif jauh lebih besar dibandingkan penduduk usia tidak produktif.

Generasi muda saat ini adalah yang terbesar dalam sejarah. Lebih dari 3 miliar orang—hampir setengah dari populasi dunia—berusia di bawah 25 tahun. Hampir 90% dari seluruh generasi muda tersebut tinggal di negara berkembang. Kaum muda merupakan aset yang sangat berharga bagi negara, dan berinvestasi pada mereka membawa manfaat sosial dan ekonomi yang luar biasa.

Bonus demografi dapat menjadi investasi besar bagi perekonomian negara jika disadari dan dimanfaatkan dengan baik. Namun, sejarah mencatat bahwa ada negara-negara yang justru gagal memanfaatkan kesempatan emas ini. Sebagai contoh, pada akhir abad ke-20, banyak negara di Asia yang mengalami bonus demografi sehingga pendapatan per kapita mereka meningkat hingga tujuh kali lipat—termasuk China, Jepang, dan Korea Selatan. Fenomena ini dikenal sebagai "keajaiban ekonomi Asia".

Pada tahun 1980, Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita Korea sudah 3,1 kali lebih tinggi dari Indonesia—masing-masing sebesar 1.674 dolar AS dan 536 dolar AS. Pada tahun 2012, Korea semakin jauh meninggalkan Indonesia dengan PDB per kapita yang mencapai 6,4 kali lipat Indonesia (22.590 dolar AS vs. 3.557 dolar AS).

Sementara itu, setahun setelah peluncuran kebijakan pintu terbuka oleh Deng Xiaoping, PDB per kapita China baru berada di angka 193 dolar AS—sepertiga dari Indonesia. Namun pada 2012, PDB per kapita China melonjak menjadi 6.031 dolar AS atau 1,7 kali lipat Indonesia. Dalam kurun waktu 32 tahun (1980–2012), PDB per kapita China meningkat 32 kali lipat, sementara Indonesia hanya naik 7 kali lipat.

Kesempatan emas ini akan terbuang sia-sia jika Indonesia gagal memanfaatkan bonus demografi tersebut. Jika penduduk usia produktif yang jumlahnya besar tidak menghasilkan kegiatan produktif, maka mereka bukan menjadi tulang punggung negara, melainkan justru menjadi beban.

Kesiapan Pemerintah

Gorontalo memiliki peluang besar untuk memanfaatkan bonus demografi jika produktivitas masyarakatnya meningkat. Namun, pertanyaan pentingnya adalah: bagaimana cara meningkatkan produktivitas generasi muda kita?

Produktivitas tidak lahir hanya dari ucapan. Tidak akan ada kenaikan produktivitas tanpa produk. Produk tidak akan tercipta tanpa inovasi dan inovasi tidak akan muncul tanpa riset dan pengembangan yang berjalan dengan baik. Sayangnya, dukungan pemerintah daerah terhadap riset dan pengembangan masih sangat minim.

Jika tantangan ini dapat diatasi dengan baik oleh pemerintah daerah, maka hal ini dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang stabil dan menjadikan Gorontalo sebagai daerah yang maju. Alih-alih hanya mengulang wacana peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM), pemerintah seolah-olah meletakkan beban masalah pada generasi muda. Padahal, jika kita melihat lebih dalam, banyak anak muda potensial yang siap berkontribusi langsung dalam pembangunan daerah.

Namun, pertanyaan pentingnya adalah:  Apakah ada ruang bagi anak muda? Apakah pemerintah benar-benar siap? Apakah diberikan kesempatan? Apakah disediakan fasilitas? Apakah dibuka lapangan kerja?

Pertanyaan-pertanyaan ini perlu dijawab secara konkret oleh pemerintah daerah.

Pemerintah daerah juga dituntut untuk membuat komitmen politik bersama anak muda dalam hal investasi, edukasi, serta kebijakan ekonomi yang mendukung pertumbuhan dan inovasi. Tanpa itu, bonus demografi hanya akan jadi angka di atas kertas—bukan kemajuan nyata bagi bangsa.


Mau dapatkan informasi terbaru yang menarik dari kami? Ikut WhatsApp Channel Berinti.id. Klik disini untuk gabung.

Foto Profil

Dimas Putra Yapanto

×

Search

WhatsApp Icon Channel WhatsApp