BERINTI.ID, Gorontalo - Pada akhir tahun, tepatnya Senin (30/12) 2024, Perpustakaan Nasional mengumumkan capaian Indeks Pembangunan Literasi Masyarakat (IPLM) nasional tahun 2024 yang melampaui target: dari 71,4 menjadi 73,52 persen. Sebelumnya, IPLM pada 2023 berada di angka 69,42. Capaian ini dipublikasikan dalam acara peluncuran hasil kajian Perpustakaan Indonesia 2024 yang diselenggarakan di Hotel Luminor, Jl. Raya Mangga Besar, Jakarta Barat.
Harapannya, pada 2025, IPLM nasional dapat terus meningkat, terlebih dengan hadirnya program Transformasi Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial yang telah didukung melalui berbagai inisiatif, seperti *Program Bahan Bacaan Bermutu yang dimulai pada akhir 2023, serta bantuan pemerintah kepada komunitas literasi melalui Badan Bahasa, Kemdikbud RI.
Mengutip laman resmi Perpustakaan Nasional, hasil kajian IPLM mencakup tujuh aspek utama, termasuk pemerataan layanan perpustakaan, ketercukupan koleksi, dan tingkat kunjungan masyarakat. Kajian ini melibatkan 514 kabupaten/kota dan lebih dari 174 ribu responden berusia 10 hingga 69 tahun. Demikian disampaikan oleh Adin Bondar, Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Perpustakaan, Perpusnas RI.
Keterlibatan masyarakat dalam peningkatan literasi juga tampak dari keaktifan para pegiat literasi di akar rumput. Taman Bacaan Masyarakat (TBM) yang muncul secara sporadis di berbagai pelosok negeri, dengan beragam nama dan latar belakang, menjadi bukti nyata dari pertumbuhan kesadaran literasi. Dalam kurun waktu delapan tahun terakhir, melalui forum TBM, telah terjadi peningkatan fasilitas dan akses terhadap bahan bacaan bermutu. Ini didorong oleh kolaborasi Perpustakaan Nasional dan Kemendikbud/Dikdasmen melalui Badan Bahasa RI, khususnya dalam pengadaan bahan bacaan bermutu yang telah disebarluaskan ke TBM, Perpustakaan Desa, Perpustakaan Kota/Kabupaten, serta tingkat provinsi sejak akhir 2023.
Kesadaran dan dukungan yang diberikan Perpusnas dan Badan Bahasa RI tidak muncul begitu saja, melainkan berdasarkan data. Forum TBM, dengan lebih dari 3.500 anggota, mengorganisir gerakan literasi dari tingkat nasional hingga daerah. Menurut Aris, Ketua Divisi Program dan Kemitraan Forum TBM Indonesia, ada tiga alasan utama mengapa Forum TBM dijadikan mitra strategis: (1) Forum ini memiliki struktur organisasi dari tingkat pusat hingga daerah, (2) memiliki data keanggotaan yang lengkap, terverifikasi, dan tervalidasi, serta (3) memiliki peta keunggulan, potensi, dan kebutuhan anggotanya.
Para pegiat literasi tidak hanya fokus pada kegiatan dasar seperti Calistung (Baca, Tulis, Hitung), tetapi juga mengembangkan program literasi dalam berbagai konteks: literasi finansial, digital, sains, budaya, kewargaan, hingga literasi mitigasi bencana. Peran pengelola TBM menjadi sangat penting dalam memanfaatkan bantuan pemerintah untuk meningkatkan kecakapan hidup masyarakat. Maka dari itu, setiap pengelola diharapkan tidak hanya menjadi pembaca pasif, melainkan pembaca kritis yang juga aktif menulis.
Kehadiran Perpusnas dan Badan Bahasa RI, baik di tingkat pusat maupun daerah, perlu disambut dengan semangat kolektif. Bergerak bersama, bekerja secara sinergis, dan memberikan kritik konstruktif terhadap berbagai program yang dijalankan merupakan wujud dari semangat literasi yang sesungguhnya. Membaca kebijakan, lalu terlibat aktif dalam pelaksanaannya, sudah cukup bagi warga sipil untuk berpartisipasi dalam misi besar pemerintah sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945: mencerdaskan kehidupan bangsa.
Menariknya, pada tahun 2024, Perpusnas telah mensosialisasikan kebijakan baru berupa replikasi Transformasi Berbasis Inklusi Sosial (TBIS) dan penggunaan Alokasi Dana Khusus (DAK) untuk pengembangan perpustakaan desa. Melalui kebijakan ini, Deputi II Perpusnas, Adin Bondar, menyatakan bahwa pihaknya mendorong penggunaan dana desa untuk pembangunan perpustakaan desa atau TBM guna meningkatkan akses literasi, terutama di wilayah terpencil.
Kebijakan ini tertuang dalam Keputusan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2024 tentang Panduan Pengelolaan Taman Bacaan Masyarakat Desa.
Sementara itu, Nurhadisaputra, Kepala Pusat Analisis Perpustakaan dan Pengembangan Budaya Baca, menjelaskan bahwa hasil kajian yang dilakukan mencerminkan sinergi antara pemerintah pusat dan daerah. Kajian ini mencakup tiga aspek utama: penggunaan layanan perpustakaan oleh masyarakat, tingkat pemahaman literasi, serta kondisi perpustakaan umum dan sekolah berdasarkan wilayah.
Jika kita maknai secara mendalam, kebijakan tersusun dari kata-kata yang mencerminkan kesadaran dan pengakuan atas kebenaran. Maka dari itu, membaca bersama adalah bentuk nyata dari kerja keliterasian. Mengutip Paulo Freire: "Membaca dunia mendahului membaca kata, dan membaca kata tidak dapat dipisahkan dari membaca dunia. Pembacaan yang kritis terhadap kata adalah pembacaan yang kritis terhadap dunia itu sendiri."
MS. DungGu