Oleh: Supandi Rahman
Tak banyak yang menyangka, Indonesia yang dulu hanya menjadi penonton dalam geliat ekonomi syariah global, kini tampil sebagai salah satu aktor utama.
Dalam laporan State of Global Islamic Economy (SGIE) 2024-2025, Indonesia berhasil menempati peringkat ke 3 dunia, hanya kalah dari Malaysia dan Arab Saudi.
Sebuah capaian yang tak hanya membanggakan, tapi juga membuktikan keseriusan Indonesia dalam membangun ekosistem ekonomi Islam yang menyeluruh.
Jika menoleh ke belakang, perjalanan Indonesia dalam SGIE bukan tanpa liku:
Capaian ini tentu bukan hasil kebetulan, melainkan buah dari strategi yang matang dan kolaborasi banyak pihak—pemerintah, industri halal, lembaga zakat, pelaku UMKM, hingga generasi muda kreatif.
6 Pilar Penilaian SGIE dan Posisi Indonesia
SGIE mengevaluasi negara berdasarkan 6 sektor utama ekonomi Islam:
1. Keuangan Syariah (termasuk ZISWAF)
Indonesia mencetak prestasi besar dalam sektor ini, terutama melalui pengelolaan zakat, infak, sedekah, dan wakaf (ZISWAF).
Indonesia kini diakui sebagai salah satu negara dengan penghimpunan zakat terbesar di dunia.
2. Makanan Halal
Indonesia menjadi pasar makanan halal terbesar kedua di dunia. Potensi ekspornya besar, namun perlu terus didorong dari segi daya saing produk.
3. Pariwisata Ramah Muslim
Indonesia memiliki sejumlah destinasi unggulan seperti Lombok, Aceh, dan Sumatera Barat. Meski masih dalam pengembangan, sektor ini menjanjikan.
4. Fashion Muslim (Modest Fashion)
Inilah salah satu kekuatan utama Indonesia, yang menempati peringkat 3 dunia. Event seperti Jakarta Muslim Fashion Week mendorong brand lokal ke panggung internasional.
5. Media dan Rekreasi Islami
Pertumbuhan konten Islami di media digital, film, dan podcast cukup menjanjikan, meski belum menjadi sektor unggulan nasional.
6. Farmasi dan Kosmetik Halal
Kesadaran konsumen meningkat. Indonesia masih berada di luar tiga besar, namun ekosistemnya berkembang pesat berkat percepatan sertifikasi halal.
Lompatan besar Indonesia dalam SGIE tidak lahir dalam semalam. Ia tumbuh dari strategi, visi kolektif, dan semangat kolaborasi. Pemerintah bersama lembaga-lembaga seperti KNEKS, BAZNAS, BI, dan BPJPH telah membuka jalan.
Industri halal, pelaku UMKM, dan masyarakat pun menyambutnya dengan semangat tinggi.
Namun, tantangan masih membentang. Daya saing produk halal, ekspor, digitalisasi UMKM syariah, dan edukasi publik harus terus diperkuat. Kita tidak boleh puas terlalu cepat.
Yang terpenting: Indonesia tak lagi hanya menjadi pasar, tapi kini menjadi inspirasi. Dunia mulai menoleh ke arah kita bukan sekadar ingin menjual, tapi juga ingin belajar.
Mari terus jaga semangat ini. Karena keberhasilan Indonesia dalam ekonomi Islam bukan hanya soal angka dan peringkat, tetapi soal harapan, keberkahan, dan masa depan ekonomi yang lebih adil bagi semua.
Penulis adalah dosen Ekonomi Syariah di IAIN Sultan Amai Gorontalo. Ia menetap di Perumahan Tirta Kencana, Hepuhulawa – Limboto, bersama istrinya, putranya, dan sejumlah polybag berisi cabai, tomat, serta kemangi yang ia sirami setiap pagi.
Admin