Transaksi uang elektronik masuk dalam objek pajak yang dikenakan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen. Begini penjelasannya menurut Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
***
BERINTI.ID, Gorontalo - Belakangan beredar isu bahwa transaksi uang elektronik bakal dikenakan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen.
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memberi klarifikasi soal isu tersebut.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Mayarakat DJP Dwi Astuti menjelaskan bahwa penerapan PPN atas transaksi uang elektronik bukan isu baru.
Pengenaan PPN terhadap transaksi uang elektronik sudah berlaku sejak tahun 1984 atau sejak UU PPN Nomor 8 Tahun 83 berlaku.
"Artinya bukan objek pajak baru,” kata Dwi dikutip dari ANTARA, Jumat, 20 Desember 2024.
UU PPN Nomor 8 Tahun 1983 kemudian diperbarui menjadi UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Pajak atau HPP.
UU HPP inilah yang menjadi acuan penerapan PPN 12 persen, yang di dalamnya menjelaskan bahwa transaksi uang elektronik bukan objek yang bebas dari PPN.
Ini berarti transaksi uang elektronik juga akan dikenakan PPN 12 persen mulai tahun depan.
Selanjutnya aturan terkait pengenaan PPN terhadap transaksi uang elektronik dimuat dalam PMK 69 tahun 2022 tentang Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai Atas Penyelenggaraan Teknologi Finansial.
Ada tujuh jenis layanan yang bakal dikenakan PPN 12 persen yakni uang elektronik, dompet elektronik, gerbang pembayaran, kliring, transfer dana, penyelesaian akhir, gerbang pembayaran, dan switching.
Misalnya biaya registrasi, isi saldo, pembayaran transaksi, transfer dana, dan tarik tunai.
Biaya layanan atau komisi dari beberapa transaksi tersebut dikenakan PPN yang dibebankan kepada penyelenggara.
Jadi seperti mau melakukan top-up saldo, yang dikenakan biasa administrasi. Jika biaya administrasinya Rp1.000, maka totalnya menjadi Rp1.120.
Bank Indonesia sudah menanggapi isu pengenaan PPN 12 persen terhadap transaksi uang elektronik, terutama layanan QRIS.
Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI, Dicky Kartikoyono mengatakan dampak dari kenaikan PPN ini harus dilihat secara menyeluruh.
Namun, Dicky tidak menjelaskan secara khusus soal nasib QRIS jika transaksi uang elektronik akan dikenakan PPN 12 persen.
Dicky hanya mengatakan masih akan berkoordinasi dengan pemerintah soal hal ini.
"Kami nanti koordinasi dulu," kata Sicky dikutip dari Kumparan.com.