TikTok Logo X Logo
Logo
Hulonthalo

Wahyudin Moridu Berpotensi Terjerat Pidana karena Ucapan Rampok Uang Negara

$detailB['caption'] Wahyudin Moridu bisa saja dipidana karena ucapan rampok uang negara (istimewa)

Video viral ucapan Wahyudin Moridu soal “merampok uang negara” dinilai melanggar etika dan berpotensi pidana. Akademisi hukum menjelaskan sanksi politik sudah tepat, namun jerat hukum pidana bergantung pada aduan resmi DPRD Gorontalo.

***

BERINTI.ID, Gorontalo – Video berisi pernyataan kontroversial anggota DPRD Provinsi Gorontalo, Wahyudin Moridu, terus menuai sorotan publik. 

Dalam rekaman yang beredar luas di media sosial, Wahyudin tampak melontarkan ucapan provokatif, seperti ajakan untuk “merampok uang negara” dan pengakuan menggunakan dana negara untuk membiayai hubungan gelap.

Dekan Fakultas Hukum Universitas Gorontalo, Yusrianto Kadir, menilai pernyataan tersebut bukan sekadar candaan keliru. 

Dari sisi etika, menurutnya, ucapan itu merupakan pelanggaran serius terhadap sumpah jabatan seorang wakil rakyat.

“Seorang anggota dewan terikat kewajiban moral untuk menjaga martabat lembaga DPRD. Pernyataan seperti itu jelas bertolak belakang dengan amanah jabatan yang diemban,” tegas Yusrianto.

Ia menambahkan, alasan bahwa pernyataan itu dilontarkan saat mabuk justru memperburuk citra pejabat publik. 

“Mabuk bukan alasan pemaaf. Justru menunjukkan pelanggaran etika lain, karena seorang pejabat wajib menjaga sikap setiap saat,” lanjutnya.

Dari perspektif hukum, Yusrianto menjelaskan, ucapan Wahyudin bisa dikategorikan sebagai penghinaan terhadap lembaga negara. 

“Pasal 207 KUHP mengatur bahwa barang siapa menghina penguasa atau badan umum di muka umum, diancam pidana penjara hingga satu tahun enam bulan,” ujarnya.

Karena video itu viral dan dapat diakses masyarakat luas, unsur “di muka umum” dalam pasal tersebut dinilai terpenuhi. 

Namun, proses hukum hanya bisa berjalan jika ada pengaduan resmi dari pimpinan DPRD Provinsi Gorontalo, sebab pasal ini termasuk delik aduan.

"Artinya, proses hukum pidana baru bisa berjalan jika ada pengaduan resmi dari pimpinan lembaga yang merasa dihina, dalam hal ini adalah Pimpinan DPRD Provinsi Gorontalo," katanya. 

Sementara itu, potensi pelanggaran UU ITE dinilai sulit diterapkan. Pasalnya, 28 ayat (2) UU ITE hanya untuk SARA.

“Pasal ujaran kebencian dalam UU ITE hanya berlaku untuk isu SARA, sedangkan objek dalam kasus ini adalah negara, bukan kelompok SARA,” jelas Yusrianto.

Ia menekankan bahwa langkah politik berupa pemecatan Wahyudin dari partai maupun proses di Badan Kehormatan DPRD sudah tepat dan proporsional. 

Namun, apabila DPRD melanjutkan dengan aduan resmi, kasus ini bisa masuk ranah pidana.

“Kasus ini seharusnya menjadi pelajaran penting. Jabatan adalah amanah rakyat yang menuntut tanggung jawab, integritas, dan perilaku terhormat, baik di ruang publik maupun privat,” pungkasnya.


Mau dapatkan informasi terbaru yang menarik dari kami? Ikut WhatsApp Channel Berinti.id. Klik disini untuk gabung.

Foto Profil

Husnul Puhi

Berawal dari semangat menyuarakan kebenaran, Husnul Puhi terjun ke dunia jurnalistik sejak 2022 dan pernah berkarier di media nasional yang membentuk perspektifnya dalam menyampaikan informasi dan memperkuat tekadnya menjadi suara bagi publik.

×

Search

WhatsApp Icon Channel WhatsApp